Sabtu, 02 Agustus 2008

PENGAWAS SEKOLAH DI TENGAH TANTANGAN GLOBALISASI (Renungan Seorang Pengawas)

A. KONDISI PENGAWAS SAAT INI

Sebelum penulis kemukakan kondisi pengawas saat ini, ada baiknya bila penulis kemukakan dahulu kondisi pengawas masa lalu, sekedar “Nyoreang ka tukang” mengenang situasi enjoy kondisi, posisi, dan situasi pengawas di penghujung Orde Baru, dimana saat itu pendidikan masih dikelola secara sentralistik, citra dan wibawa pengawas justru bagus, mereka memegang posisi strategis dari segi kebijakan, yang bisa jadi pengawas saat itu adalah mereka yang sudah menduduki jabatan sebagai kepala sekolah, kalaupun dari guru, tetapi setelah melalui berbagai tahapan seleksi dan dipungkas dengan pelatihan dan pembekalan, sehingga wajar manakala mereka terjun ke lapangan rata-rata memiliki kemampuan yang mumpuni.
Bagaimana kondisinya sekarang?, di saat pendidikan sudah berjalan desentralisasi?, ternyata menyedihkan, berikut penulis kemukakan kompleksitas permasalahan seputar pengawas saat ini, maklum di era desentralisasi para kepala daerah kabupaten/kota lah yang punya kuasa yang nyaris tidak memiliki konsep apa-apa dalam pengelolaan dunia pendidikan, sekalipun Sekolah Dasar dengan Dinas P dan K–nya sejak dahulu sudah merupakan jenjang pendidikan garapan daerah otonom, bukan otonomi kabupaten/kota, tetapi daerah otonom tingkat provinsi, itu pun hanya pada tiga bidang garapan (man, material, dan money), sedangkan menyangkut kurikulum dan nafas pendidikan secara umum tetap merupakan kebijakan pemerintah pusat, sehingga pada waktu itu di setiap kecamatan ada Kantor Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kecamatan atau Kandepdikbudcam sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat menangani bidang kurikulum dan “Software-nya” pendidikan.
Begitu semua kewenangan bidang pendidikan yang demikian besarnya diserahkan pemerintah pusat ke daerah, pemerintah daerah kabupaten/kota
sebenarnya dalam kondisi yang tidak siap, maka – mungkin karena ketidak siapan itu, para Pengawas Pendidikan Menengah (SMP, SMA dan SMK) sampai hari ini bergelut dalam aroma permasalahan dan kurang mendapatkan kepuasan kerja serta aktualisasi diri. Kompleksitas permasalahan baik dari sisi kebijakan pemerintah daerah maupun dari sisi etos kerja pengawas, secara umum adalah:
  1. Rekrutmen pengawas tidak memperhatikan keahliannya, sehingga bidang keahliannya banyak yang kurang sesuai;
  2. Posisi pengawas nyaris sebagai tempat buangan, sebab orang-orang yang bermasalah, kemudian diposisikan menjadi pengawas;
  3. Sekalipun sudah terbit Permen Nomor 12 Tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah yang terbit pada bulan Maret 2007, dalam prakteknya, tetap saja tidak dijadikan acuan oleh pemerintah daerah dalam merekrut dan memposisikan jabatan pengawas;
  4. Tingkat pendidikan pengawas sebagian besar masih berkualifikasi S1;
  5. Wawasannya kalah oleh guru apalagi oleh kepala sekolah, sehingga kurang (bahkan mungkin tidak) berwibawa;
  6. Pembinaan kemampuan profesional dan jenjang karir pengawas kurang optimal;
  7. Penghargaan dan daya dukung operasional yang diberikan kepada pengawas sangat kurang;
  8. Kegiatan kepengawasan sekolah lebih mengutamakan supervisi manajerial daripada supervisi akademik, itupun dilaksanakan dengan kualitas rendah;
  9. Laporan kerja kepengawasan tidak dijadikan sebagai bahan dalam pengambilan keputusan dan kebijakan, bahkan para kepala dinasnya pun nyaris tidak pernah menanyakan laporan kerja para pengawas;
  10. Program kepengawasan tidak disusun berdasarkan analisis kebutuhan dan hasil akreditasi sekolah binaannya;
  11. Dan permasalahahan-peramasalahan lain seputar pengawas dan kinerja kepengawasannya, seperti kemampuan, wibawa, citra, dan lain-lainnya.
  12. Tidak heran apabila para pengawas - hampir di seluruh tanah air, yang di
  13. angkat pada masa Orde Baru, yang rata-rata memiliki kualitas dan kapabilitas
  14. mumpuni “Menjerit”, mereka menghendaki agar “Posisi pengawas dikembalikan seperti jaman kantor wilayah dahulu” keluhnya.

B. GLOBALISASI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PENDIDIKAN

Globalisasi telah menghampiri hampir seluruh umat manusia di belahan bumi manapun dengan membawa dampak positif dan negatif, sisi positifnya adalah kemajuan teknologi informatika dan teknologi komunikasi, sedangkan sisi negatifnya terletak pada kesiapan kita, apakah kita hanya akan menjadi objek arus globalisasi tanpa mampu berbuat apa-apa?, atau harus melakukan sesuatu sehingga kita tidak tergilas oleh era tersebut.

Globalisasi tidak dapat ditolak lagi, yang jelas membutuhkan jiwa ksatria yang utuh, mandiri, kreatif, inovatif, jujur dan berani menghadapinya. Langkah-langkah positif guna menyongsong era global khusus bagi pengawas antara lain dengan melaksanakan prinsip-prinsip kepengawasan dengan tetap memperhatikan kode etik pengawas satuan pendidikan. Kode etik dimaksud, menurut Nana Sujana, pada Kegiatan Pelatihan Peningkatan Manajerial Pengawas di Cipayung-Bogor, tahun 2006, menurutnya, minimal berisi sembilan hal, yaitu :
  1. Dalam melaksanakan tugasnya, pengawas senantiasa berlandaskan Iman dan Taqwa serta mengikuti perkembangan ilmu, teknologi dan seni;
  2. Pengawas senantiasa merasa bangga dalam mengemban tugasnya;
  3. Pengawas memiliki pengabdian yang tinggi dalam menekuni tugas pokok dan fungsinya (tupoksi);
  4. Pengawas bekerja dengan penuh rasa tanggungjawab dalam melaksanakan tugas dan profesinya;
  5. Pengawas menjaga citra dan nama baik profesi sebagai pengawas;
  6. Pengawas mampu menampilkan keberadaan dirinya sebagai supervisor professional dan kokoh yang diteladani;
  7. Pengawas sigap dan terampil dalam menanggapi dan membantu pemeca-
  8. han masalah-masalah yang dihadapi sekolah binaannya;
  9. Pengawas menjunjung tinggi disiplin dan etos kerja dalam melaksanakan tugas profesionalnya;
  10. Pengawas memiliki rasa kesetiakawanan sosial yang tinggi, baik terhadap
  11. stakeholder sekolah binaannya maupun terhadap koleganya.
Sebagai bagian dari masyarakat dunia, Indonesia mustahil mampu menghindar dari dampak dan imbas globalisasi, Albert Giddens (1990), mendefinisikan, globalisasi sebagai intensifikasi hubungan sosial global yang menghubungkan komunitas lokal sedemikian rupa sehingga peristiwa yang terjadi di kawasan yang jauh bisa dipengaruhi oleh peristiwa yang terjadi di suatu tempat yang jauh pula, dan sebaliknya. Dalam konteks ini, globalisasi juga dipahami sebagai sebuah proses (atau serangkaian proses) yang melahirkan sebuah transformasi dalam spatial organization dari hubungan sosial dan transaksi (ditinjau dari segi ekstensitas, intensitas, kecepatan dan dampak-nya yang memutar) mobilitas antar benua atau antar regional.

Dunia pendidikanpun tak luput dari imbas dan pengaruh yang dihembus-kan oleh globalisasi. Paling tidak, ada tiga perubahan mendasar yang akan terjadi dalam dunia pendidikan kita. Pertama, dunia pendidikan akan menjadi objek komoditas dan komersil seiring dengan kuatnya hembusan paham neo-liberalisme yang melanda dunia. Paradigma dalam dunia komersil adalah usaha mencari pasar baru dan memperluas bentuk-bentuk usaha secara kontinyu. Globalisasi mampu memaksa liberalisasi berbagai sektor yang dulunya non-komersial menjadi komoditas dalam pasar yang baru. Tidak heran apabila sekolah masih membebani orang tua murid dengan sejumlah anggaran berlabel uang komite atau uang sumbangan pengembangan institusi meskipun pemerintah sudah menyediakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).

Kedua, mulai longgarnya kekuatan kontrol pendidikan oleh negara. Tuntutan untuk berkompetisi dan tekanan institusi global, seperti IMF dan World Bank, mau atau tidak, membuat dunia politik dan pembuat kebijakan harus berkompromi untuk melakukan perubahan. Lahirnya UUD 1945 yang diamandemen, UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, dan PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, telah melahirkan paradigma baru pendidikan nasional yang desentralistis dengan MBS sebagai salah satu model dalam upaya mengembangkan ke-bhinekaan yang demokratis agar mampu menghadapi kehidupan global yang kompetitif namun tetap dalam kerangka NKRI.

Ketiga, globalisasi akan mendorong delokalisasi dan perubahan teknologi dan orientasi pendidikan. Pemanfaatan teknologi baru, seperti komputer dan internet, telah membawa perubahan yang sangat revolusioner dalam dunia pendidikan yang tradisional. Pemanfaatan multimedia yang portable dan menarik sudah menjadi pemandangan yang biasa dalam praktik pembelajaran di dunia persekolahan kita sekarang.

C. GLOBALISASI DAN IKHTIAR PENGAWAS

Membangun sektor pendidikan tidak akan pernah selesai dan tuntas, sepanjang peradaban manusia itu masih ada. Karena jika suatu bangsa selesai menangani satu masalah pendidikan, akan tumbuh lagi masalah lain yang baru dalam peradaban itu. Hal ini terjadi karena tuntutan zaman selalu berubah, sebagaimana juga pernah digambarkan oleh John F Kennedy dalam sebuah metafora change is a way of life, those who look only to the past or present will miss the future.

Proses pendidikan tidak hanya sekedar mempersiapkan anak didik untuk mampu hidup dalam masyarakat kini, tetapi mereka juga harus disiapkan untuk hidup di masyarakat yang akan datang yang semakin lama semakin sulit di-prediksi karakteristiknya.

Dalam kehidupan global, batas-batas negara secara fisik geografik menjadi tidak penting lagi. Justru faktor yang paling penting bagi eksistensi suatu bangsa adalah dikuasainya teknologi informasi. Dengan adanya berbagai penemuan dalam bidang teknologi informasi, kekuasaan negara dalam arti teritorial menjadi semakin kabur. Di sisi lain, dengan teknologi, kita juga dapat membelajarkan diri dalam suatu proses pendidikan yang bersifat maya (virtual). Hal ini membawa implikasi bahwa pendidikan nasional kita harus mampu mempersiapkan bangsa ini menjadi komunitas terberdayakan dalam mengha-dapi kehidupan global yang semakin lama semakin menggantungkan diri pada teknologi informasi. Kondisi ini pada akhirnya juga berakibat pada sistem kehidupan berbangsa dan bernegara yang mengutamakan pada pola kehidupan atas dasar prinsip interdependensi.

Agar bangsa kita memiliki peran yang signifikan dalam konteks interdependensi kehidupan, baik yang terjadi dalam skala lokal, regional, nasional, maupun global, maka sistem pendidikan harus mampu memberdayakan masyarakat secara luas. Salah satu ciri masyarakat yang terberdayakan oleh sistem pendidikan ialah dimilikinya keunggulan komparatif dan kompetitif dalam konteks global.

Konsekuensinya, pendidikan harus dikonseptualisasikan sebagai suatu usaha dan proses pemberdayaan, yang benar-benar dan harus disadari secara kolektif, yang perlu dilakukan oleh individu, keluarga, masyarakat dan juga pemerintah dalam rangka melakukan investasi masa depan bangsa, bukan sekedar tambal sulam program yang tidak akan mampu memberdayakan masyarakat secara keseluruhan. Pendidikan sebagai investasi masa depan bangsa akan menjadi realitas dalam kebijakan dan praksis jika masyarakat, keluarga, dan pemerintah secara bersama-sama memiliki kepedulian yang tinggi terhadap pencarian solusi bagi semua persoalan dan tantangan pendidikan yang kita hadapi saat ini dan masa-masa yang akan datang.

Kembali pada persoalan semula dimana kondisi, posisi, dan situasi para pengawas pendidikan menengah (SMP. SMA, dan SMK) berada dalam aroma permasalahan, sehingga pengawas seolah-olah termarjinalkan dalam komunitas pendidikan di daerah, masalah tersebut jelas-jelas bukan seluruhnya dari para pengawas sendiri, sangat mungkin dikarenakan sistem dan kebijakan yang ada selama ini salah. Lantas apa yang harus diperbuat pengawas agar bisa keluar dari permasalahan-permasalahan yang selama ini dialami?. Menurut penulis, yang paling utama dan pertama harus dilakukan, tentu dari diri pengawas sendiri, ada yang harus diperbaiki, dikoreksi, dan sikapi, apakah itu….?!

Seperti Aa Gym pernah berfatwa, “Mulailah dari diri sendiri, perhatikanlah dan mulailah dari hal-hal kecil.” Di awal tulisan sudah penulis kemukakan, bahwa, globalisasi tidak dapat ditolak lagi, yang jelas membutuhkan jiwa ksatria yang utuh, mandiri, kreatif, inovatif, jujur dan berani menghadapinya. Langkah-langkah positif guna menyongsong era global khusus bagi pengawas antara lain dengan melaksanakan prinsip-prinsip kepengawasan serta memperhatikan kode etik pengawas. Kode etik yang pertama, berpesan: “Dalam melaksanakan tugasnya, pengawas senantiasa berlandaskan Iman dan Taqwa serta mengikuti perkembangan ilmu, teknologi dan seni.”

Seiring dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, hal ini benar-benar harus disikapi pengawas, bagaimana pengawas dapat melakukan pembinaan di sekolah binaannya dengan eksis, dipercaya, dan diteladani, kondisi saat ini, sehubungan ilmu pengetahuan dan teknologi, wawasan pengawas kalah oleh guru apalagi oleh kepala sekolah, terutama SMA dan SMK. Teknologi Informasi dan Komunikasi/ICT sudah menjadi makanan sehari-hari bagi mereka, sementara pengawas yang datang ke sekolah dengan performa “Gatek” alias gagap teknologi, ahirnya wibawanya jelas turun.

Sehubungan dengan Globalisasi (dan ICT ada di dalamnya), merangsek berbagai sendi kehidupan dan organisasi, apalagi dunia akademik akhir-akhir ini, penulis berencana untuk membuat suatu model pengawasan, dengan hara-pan mampu mempermudah, mempercepat, menangkap (capture), mengolah (processing), manghasilakan (generating), menyimpan (storage), mencari kem-bali (retrieval), dan mentransmisi (transmission) dalam melakukan tugas-tugas kepengawasan, yaitu Model Pengawasan Berbasis ICT, sebagai upaya peningkatan mutu pendidikan. InsyaAllah akan penulis rilis dalam bentuk tesis. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala membukakan jalan sehingga merupakan discovery model pengawasan yang bisa dimanfaatkan rekan-rekan (apabila membutuhkan), sehingga hasil tugas kepengawasan memiliki makna.

Demikian renungan ini penulis akhiri dengan ucapan....Nuun wal qalami wa maa yasthuruun…

Tidak ada komentar: