Kamis, 14 Agustus 2008

Jawaban Ujian Akhir Semester

JAWABAN UJIAN AKHIR SEMESTER

Mata Kuliah : Manajemen Sistem Informasi Pendidikan (MSIP)

Semester/SKS : III/3

Hari, Tanggal : Sabtu, 9 Agustus 2008

Sifat : Take Home

Waktu : 1(satu) Minggu

Dosen Pengampu : Dr. Wahidin, M.Pd

Nama : Kamaludin

NIM : 82320708039

Kelas : C - A

1. Deskripsikan wilayah garapan/pokok-pokok manajemen sistem informasi pendidikan (MSIP)!

Jawaban:

Pengertian Sistem Informasi Manajemen, yaitu: Merupakan penerapan sitem informasi di dalam tubuh organisasi guna mendukung informasi-informasi yang dibutuhkan oleh semua tingkatan manajemen pada organisasi tersebut. SIM merupakan kumpulan dari interaksi sistem-sistem informasi yang bertang-gungjawab mengumpulkan dan mengolah data sehingga tersaji informasi yang berguna bagi semua tingkatan manajemen organisasi tersebut.

Dengan demikian garapan/pokok-pokok manajemen sistem informasi pendidikan (MSIP) adalah administrasi pendidikan itu sendiri, guna :

a. Meningkatkan kemampuan (manajerial dan administrasi pendidikan) dalam rangka standarisasi, pemantauan, evaluasi, meningkatkan kualitas perumu-san kebijakan, pengambilan keputusan, dan perencanaan pendidikan, atas dasar data dan informasi yang cepat dan akurat;

b. Terwujudnya sistem pangkalan data dan informasi sebagai subsistem dari SIM Pendidikan Depdiknas; dan

c. Melembaganya pengelolaan Sistem Informasi Manajemen Pendidikan, sehingga terjamin adanya kesinambungan dalam pemeliharaan, pengope-rasian dan pengembangan pendidikan.

2. Bagaimana proses penggunaan MSIP dalam meningkatkan mutu layanan pendidikan?

Jawaban:

a. Data dan informasi harus diolah ke dalam satu sistem informasi, agar data dan informasi tersebut memiliki makna dan dapat membantu membuat keputusan-keputusan. Suatu organisasi harus memiliki input data dan informasi yang baik, sehingga keputusan-keputusan yang diambil sesuai dengan tujuan organisasi. Data dan informasi yang baik, tidak hanya harus akurat, valid, dan mencukupi/lengkap, tetapi juga harus tepat waktu pada saat dibutuhkan.

b. Sebagai bentuk akuntabilitas dan pencitraan publik pengelolaan pendidikan, adanya SIMP bertujuan untuk: Mengumpulkan, menyimpan, memproses, menganalisis, dan mempublikasikan informasi tersebut;

c. Salah satu hasil yang sangat penting dan strategis dari SIMP adalah dihasilkannya pemetaan sekolah secara akurat. Dengan bantuan program-program pengolah data modern dan perangkat lunak lain, pemetaan sekolah tidak hanya memetakan sekolah dari segi kualifikasi dan sebaran, tetapi juga dari segi atribut atau kondisi sekolah.

3. Klasifikasikan kemudian deskripsikan jenis data yang biasa digunakan untuk kepentingan MSIP!

Jawaban:

Klasifikasi dan deskripsi data:

a. Data dari Pemerintah/Birokrasi, yaitu:

Undang-undang, Peraturan, Ketetapan/keputusan, Edaran, Anjuran, Standar Kurikulum, Nomor Statistik Sekolah, Nomor Induk Personil/Pegawai (NIP), NUPTK (Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan), Hasil Monitoring/ Supervisi/Audit, Reward/Bantuan/Blok Grant, Standar-standar, Penilaian/-Akreditasi, dll;

b. Data pada Sekolah/Organisasi, yaitu:

Data Siswa, Personil (Guru dan Staf Administrasi), Keuangan, Komite/Or- ganisasi Sekolah, Barang-barang Inventraris/Perlengkapan (barang tidak bergerak: Tanah dan Bangunan; barang-barang bergerak: Perabot, Perala-tan-peralatan Teknis), Barang-barang Non Inventaris (habis pakai), Bukti Kerjasama/MoU, Prestasi, Pengembangan Kurikulum/Silabus, Tata tertib/-SOP, Perencanaan/Strategi, Keputusan/ketetapan Intern, dll.

Kedua kelas/kelompok data tersebut merupakan data hidup (bertambah/ber-kurang/berubah-ubah) yang harus diolah dari waktu ke waktu, sehingga tersaji satu sistem informasi yang ”berguna” yaitu SIMP pada organisasi tersebut, yang akan memudahkan pula dalam pengendalian/evaluasi dan diakses oleh pihak-pihak yang membutuhkan/stakeholders.

4. Deskripsikan fungsi manajemen informasi dalam konteks (konteks-konteks tersebut dibawah ini):

Jawaban:

a. Manajemen data:

Data adalah fakta-fakta mentah atau deskripsi-deskripsi dasar dari hal-hal, event, aktivitas, dan traksaksi yang ditangkap, direkam, disimpan, diklasifi-kasikan, diorganisasikan, pada gilirannya akan mampu menghasilkan infor-masi yang bermakna.

b. Monitoring:

SIM merupakan ”darah” yang mengalir dalam tubuh organisasi, berbekal SIM yang akurat dan komprehensif, akan memudahkan manajer atau pihak lain/stakeholders melakukan monitoring setiap waktu atau pada saat yang diperlukan.

c. Pengambilan keputusan:

§ Sistem informasi mampu menyediakan informasi kepada manajer yang harus membuat keputusan dalam situasi-situasi tertentu, mendukung pengambil keputusan dalam situasi yang tidak terstruktur dengan baik. Sistem ini disebut Decision Support System (DSS). DSS biasanya mem-berikan dukungan dalam bentuk:

  • Identifikasi masalah atau peluang-peluang pengambilan keputusan;
  • Identifikasi solusi atau keputusan yang mungkin;
  • Memberikan akses informasi yang diperlukan untuk memecahkan masa-lah atau pengambilan keputusan;
  • Menganalisis kemungkinan keputusan atau variabel yang mempenga-ruhi keputusan;
  • Simulasi dari solusi-solusi yang mungkin;
  • Software lain yang digunakan DSS adalah GDSS, Data Warehouse.

§ Experts System (ES):

  • Suatu sistem informasi pengambilan keputusan yang terprogram dan dapat menangkap serta menghasilkan pengetahuan atau keahlian dari seorang ahli (probelm solver/decision maker) dan mensimulasikan pola ”Pemikiran” atau ”Aksi” dari dari para ahli tersebut. Contoh: Penentuan diagram penyebab kegagalan kualitas produk;
  • ES biasanya mengimplementasikan Artificial Intelegence.

d. Evaluasi dan Penilaian:

Suatu organisasi yang mampu menyajikan sistem informasi yang memiliki makna; lengkap, akurat, dan akuntabel, akan mudah untuk dievaluasi dan dinilai, baik evaluasi/penilaian oleh organisasi sendiri (evaluasi diri), maupun oleh pihak-pihak lain/stakeholders.

e. Mengontrol kualitas:

Sebagaimana dikemukakan di atas, bahwa garapan utama Manajemen Sistem Informasi Pendidikan adalah administrasi pendidikan itu sendiri, bila satu sekolah mampu memiliki sistem informasi yang handal, tentu akan mampu diimplementasikan terhadap pengontrolan/pengendalian kualitas sekolah tersebut, karena SIM diadakan dalam rangka: standarisasi, pemantauan, evaluasi, meningkatkan kualitas perumusan kebijakan, pengambilan keputusan, dan perencanaan atas dasar sistem informasi yang akurat dan komprehensif.

f. Meningkatkan daya kompetensi:

Ciri informasi yang ”berguna” adalah: akurat, lengkap, fleksibel, dapat dipercaya, berhubungan, mudah diakses, berdasarkan fakta, tepat waktu, dan tidak terkontaminasi. Disamping itu, mudah dalam penyimpanan, pe-

ngambilan, analisis dan sharing data, sehingga organisasi tersebut akan mampu meningkatkan daya kompetensi dalam hal:

  • Berkomunikasi lebih cepat dan murah;
  • Dapat memperluas kewenangan dan pengembangan organisasi;
  • Kemampuan dalam perencanaan dan pengambilan keputusan;

g. Pengembangan kelembagaan (misalnya sekolah):

  • SIM dapat memberikan peningkatan pelayanan kepada siswa dan orang tua siswa/stakeholders, misalnya penyajian informasi tentang kemajuan belajar siswa secara cepat dan akurat.
  • Semakin cepat informasi sampai kepada orang tua siswa/stakeholders, akan mempercepat perbaikan/pengendalian mutu pembelajaran dan mutu sekolah;
  • SIM sebagai modal untuk bersaing secara profesional dan sehat dengan sekolah lain dalam upaya pengembangan sekolah.

h. Mengefektifkan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya:

  • Mengotomatisasikan proses-proses pengolahan data dan tugas-tugas yang dikerjakan secara manual;
  • Meningkatkan efektifitas dan efisiensi orang-orang yang bekerja dalam kelompok dalam suatu tempat atau beberapa lokasi.

i. Menyederhanakan birokrasi:

  • SIM menyediakan komunikasi dalam/antar organisasi dengan cepat;
  • SIM menyimpan informasi yang mudah diakses dengan prosedur yang simpel;
  • SIM menyediakan fasilitas pengaksesan informasi yang sangat banyak diseluruh dunia dengan cepat dan murah tanpa ada aturan harus melalui birokrasi tertentu.

j. Meningkatkan efisiensi:

  • Meningkatkan efisiensi dan efektivitas;
  • Menyajikan informasi dengan jelas;
  • Mampu mengurangi beban kerja;
  • Mempercepat pekerjaan/pengetikan dan editing;
  • Pembiayaan menjadi lebih murah.

k. Membuat perencanaan:

Perencanaan yang baik, apakah tentang pemgembangan/peningkatan, atau akan memulai sesuatu yang baru, tentu harus didukung/didahului oleh adanya data dan informasi, selain dari fenomena empirik dan renungan serta refleksi, semakin komprehensifnya informasi, maka semakin baiklah perencanaan yang dibuat.

l. Umpan balik:

  • Dapat meningkatkan kreativitas baik penyedia layanan sistem Informasi dengan pengguna karena bisa mendapatkan feedback dari pengguna sistem informasi dengan lebih cepat;
  • Adanya hubungan dua arah dari penyedia layanan Manajemen Informasi dengan pengguna informasi karena informasi akan lebih terintegrasi pada layanan majemen informasi khususnya yang akan dijadikan pijakan dalam pengembilan keputusan.

5. Berikan penjelasan tentang “perbedaan manajemen sistem informasi pendidikan konvensional dengan berbasis komputer (modern)” dalam konteks planning, actuating, directing, innovating, staffing, controlling, representing, dan coordinating?

Jawaban:

Terlebih dahulu dikemukakan pengertian 8(delapan) fungsi-fungsi mana-jemen tersebut, dimana:

  • Planning adalah : Perencanaan;
  • Actuating adalah : Action/realisasi kerja;
  • Directing adalah : Pengarahan;
  • Innovating adalah : Peningkatan perbaikan/inovasi;
  • Staffing adalah : Manajemen Kepegawaian, menyangkut:

a. Deskripsi jabatan/Keahlian;

b. Fungsi;

c. Wewenang; dan

d. Tanggungjawab.

  • Controlling adalah : Pengendalian;
  • Representing adalah : Sehubungan dengan tugas Pimpinan, antara lain,

a. Menghadiri/Memimpin rapat;

b. Melakukan perjalanan;

c. Melakukan kontak/hubungan dengan pihak lain.

  • Coordinating adalah: Koordinasi/hubungan.

Perbedaan Manajemen Sistem Informasi Pendidikan (MSIP) antara model yang konvensional dengan yang berbasis komputer/modern, adalah:

a. Model konvensional;

Adalah sistem informasi yang dikerjakan secara manual. Bila dikaitkan dengan situasi sekarang, dimana kemajuan teknologi informasi dan komunikasi demikian dahsyat, maka kondisi dan kemampuan MSIP model konvensional, adalah kebalikan dari model modern, sehingga fungsi-fungsi manajemen seperti; planning, actuating, directing, innovating, staffing, controlling, representing, dan coordinating tidak akan semudah, sepraktis, seefektif, dan seefisien pada penerapan model modern/berbasis komputer.

b. Model modern/berbasis komputer;

MSIP berbasis komputer atau Computer Based Information System (CBIS), adalah sebuah sistem informasi yang menggunakan komputer dan tekno-logi telekomunikasi untuk melakukan tugas-tugas yang dikehendaki, sehing-ga mampu:

1) Melaksanakan komputasi numerik, bervolume besar, dengan kecepatan tinggi;

2) Menyediakan komunikasi dalam satu sekolah atau antar sekolah yang murah, akurat, dan cepat;

3) Menyimpan informasi dalam jumlah yang sangat besar dalam ruang yang kecil tetapi mudah diakses;

4) Melakukan pengaksesan informasi yang sangat banyak di seluruh dunia dengan cepat dan murah;

5) Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pekerjaaan;

6) Menyajikan informasi dengan jelas dan menggugah pikiran;

7) Mengotomasikan proses-proses pekerjaan, mempercepat pengetikan, dan penyuntingan;

8) Pelaksanaan hal-hal tersebut di atas jauh lebih murah bila dibandingkan dengan pengerjaan secara manual.

Dengan demikian fungsi-fungsi manajemen seperti; planning, actuating, directing, innovating, staffing, controlling, representing, dan coordinating pada lembaga pendidikan dapat berjalan lancar, cepat, normal, akuntabel, akurat, memenuhi standarisasi, dan relatif murah.

Selain 8(delapan) keunggulan CBIS tersebut diatas, berikut adalah infrastruktur dan arsitektur informasi model CBIS. Infrastruktur informasi terdiri dari fasilitas-fasilitas fisik, layanan dan manajemen yang mendukung semua sumber daya komputer dalam suatu lembaga/organisasi. Terdapat

lima komponen utama dari infrastruktur dimaksud, yaitu :

1) Perangkat Keras (hardware);

2) Perangkat Lunak (software);

3) Fasilitas Jaringan dan Komunikasi (Networks and Communication Facili-ties) termasuk internet;

4) Basis data (database);

5) Information Management Personnel (Personalia Manajemen Informasi).

Arsitektur informasi berbeda dengan arsitektur komputer yang menggam-barkan kebutuhan perangkat keras dari sistem komputer. Arsitektur infor-masi adalah perencanaan terhadap kebutuhan informasi yang dibutuhkan oleh lembaga/organisasi dan bagaimana proses kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat dipenuhi. Dalam mempersiapkan arsitektur informasi, perancang (designer) membutuhkan:

1) Informasi-informasi perihal pendidikan;

2) Infrastruktur informasi, atas informasi telah ada dan yang direncanakan, sehingga mampu melengkapi informasi dalam rangka terus eksis berada dalam lingkungan sistem informasi pendidikan.

6. Untuk soal no 6, silakan pilih salah satu!

Salah satu contoh penerapan program MSIP di sekolah adalah e-Learning. Buatlah contoh sederhana penerapan program e-Learning di sekolah dalam bidang: (b). Pengembangan Perpustakaan Digital (Digital Library);

Salah satu konsep/bentuk pengembangan Digital Library, antara lain:

1) Penerapan teknologi informasi digunakan sebagai Sistem Informasi Manajemen Perpustakaan. Bidang pekerjaan yang dapat diintegrasikan dengan sistem tersebut adalah pengadaan, inventarisasi, katalogisasi, sirkulasi bahan pustaka, pengelolaan anggota, statistik, dan lain sebagainya. Fungsi ini sering diistilahkan sebagai bentuk Automasi Perpustakaan.

2) Penerapan teknologi informasi sebagai sarana untuk menyimpan, mendapatkan, dan menyebarluaskan informasi ilmu pengetahuan dalam format digital. Cakupannya antara lain :

  • Pengadaan koleksi;
  • Katalogisasi, inventarisasi;
  • Sirkulasi, reserve, inter-library loan;
  • Pengelolaan penerbitan berkala;
  • Penyediaan katalog (OPAC); dan
  • Pengelolaan anggota.

3) Penyediaan teknologi informasi yang digunakan dalam layanan referens. Layanan informasi referens dikembangkan dengan menyediakan koleksi dalam bentuk digital yang dikemas dalam CD-ROM dan akses informasi ke jaringan luar (LAN, WAN, dan Internet).

Adapun peranan dari masing-masing layanan teknologi informasinya adalah:

Peran CD-ROM;

  • Mempercepat akses informasi multi media, baik itu berupa abstrak, indeks, maupun bahan full text, dalam bentuk digital tanpa mengadakan hubungan ke jaringan komputer; dan
  • Media back-up/cadangan data perpustakaan dan sarana koleksi refe-rensi bagi perpustakaan lain.

Peran Internet;

  • Untuk mengakses infrormasi multimedia dalam resource internet;
  • Sarana telekomunikasi dan distribusi informasi; dan
  • Untuk membuat homepage, penyebarluasan katalog, dan informasi.

Ciamis, 15 Agustus 2008

Kamaludin

82320708039

Sabtu, 02 Agustus 2008

PENGAWAS SEKOLAH DI TENGAH TANTANGAN GLOBALISASI (Renungan Seorang Pengawas)

A. KONDISI PENGAWAS SAAT INI

Sebelum penulis kemukakan kondisi pengawas saat ini, ada baiknya bila penulis kemukakan dahulu kondisi pengawas masa lalu, sekedar “Nyoreang ka tukang” mengenang situasi enjoy kondisi, posisi, dan situasi pengawas di penghujung Orde Baru, dimana saat itu pendidikan masih dikelola secara sentralistik, citra dan wibawa pengawas justru bagus, mereka memegang posisi strategis dari segi kebijakan, yang bisa jadi pengawas saat itu adalah mereka yang sudah menduduki jabatan sebagai kepala sekolah, kalaupun dari guru, tetapi setelah melalui berbagai tahapan seleksi dan dipungkas dengan pelatihan dan pembekalan, sehingga wajar manakala mereka terjun ke lapangan rata-rata memiliki kemampuan yang mumpuni.
Bagaimana kondisinya sekarang?, di saat pendidikan sudah berjalan desentralisasi?, ternyata menyedihkan, berikut penulis kemukakan kompleksitas permasalahan seputar pengawas saat ini, maklum di era desentralisasi para kepala daerah kabupaten/kota lah yang punya kuasa yang nyaris tidak memiliki konsep apa-apa dalam pengelolaan dunia pendidikan, sekalipun Sekolah Dasar dengan Dinas P dan K–nya sejak dahulu sudah merupakan jenjang pendidikan garapan daerah otonom, bukan otonomi kabupaten/kota, tetapi daerah otonom tingkat provinsi, itu pun hanya pada tiga bidang garapan (man, material, dan money), sedangkan menyangkut kurikulum dan nafas pendidikan secara umum tetap merupakan kebijakan pemerintah pusat, sehingga pada waktu itu di setiap kecamatan ada Kantor Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kecamatan atau Kandepdikbudcam sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat menangani bidang kurikulum dan “Software-nya” pendidikan.
Begitu semua kewenangan bidang pendidikan yang demikian besarnya diserahkan pemerintah pusat ke daerah, pemerintah daerah kabupaten/kota
sebenarnya dalam kondisi yang tidak siap, maka – mungkin karena ketidak siapan itu, para Pengawas Pendidikan Menengah (SMP, SMA dan SMK) sampai hari ini bergelut dalam aroma permasalahan dan kurang mendapatkan kepuasan kerja serta aktualisasi diri. Kompleksitas permasalahan baik dari sisi kebijakan pemerintah daerah maupun dari sisi etos kerja pengawas, secara umum adalah:
  1. Rekrutmen pengawas tidak memperhatikan keahliannya, sehingga bidang keahliannya banyak yang kurang sesuai;
  2. Posisi pengawas nyaris sebagai tempat buangan, sebab orang-orang yang bermasalah, kemudian diposisikan menjadi pengawas;
  3. Sekalipun sudah terbit Permen Nomor 12 Tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah yang terbit pada bulan Maret 2007, dalam prakteknya, tetap saja tidak dijadikan acuan oleh pemerintah daerah dalam merekrut dan memposisikan jabatan pengawas;
  4. Tingkat pendidikan pengawas sebagian besar masih berkualifikasi S1;
  5. Wawasannya kalah oleh guru apalagi oleh kepala sekolah, sehingga kurang (bahkan mungkin tidak) berwibawa;
  6. Pembinaan kemampuan profesional dan jenjang karir pengawas kurang optimal;
  7. Penghargaan dan daya dukung operasional yang diberikan kepada pengawas sangat kurang;
  8. Kegiatan kepengawasan sekolah lebih mengutamakan supervisi manajerial daripada supervisi akademik, itupun dilaksanakan dengan kualitas rendah;
  9. Laporan kerja kepengawasan tidak dijadikan sebagai bahan dalam pengambilan keputusan dan kebijakan, bahkan para kepala dinasnya pun nyaris tidak pernah menanyakan laporan kerja para pengawas;
  10. Program kepengawasan tidak disusun berdasarkan analisis kebutuhan dan hasil akreditasi sekolah binaannya;
  11. Dan permasalahahan-peramasalahan lain seputar pengawas dan kinerja kepengawasannya, seperti kemampuan, wibawa, citra, dan lain-lainnya.
  12. Tidak heran apabila para pengawas - hampir di seluruh tanah air, yang di
  13. angkat pada masa Orde Baru, yang rata-rata memiliki kualitas dan kapabilitas
  14. mumpuni “Menjerit”, mereka menghendaki agar “Posisi pengawas dikembalikan seperti jaman kantor wilayah dahulu” keluhnya.

B. GLOBALISASI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PENDIDIKAN

Globalisasi telah menghampiri hampir seluruh umat manusia di belahan bumi manapun dengan membawa dampak positif dan negatif, sisi positifnya adalah kemajuan teknologi informatika dan teknologi komunikasi, sedangkan sisi negatifnya terletak pada kesiapan kita, apakah kita hanya akan menjadi objek arus globalisasi tanpa mampu berbuat apa-apa?, atau harus melakukan sesuatu sehingga kita tidak tergilas oleh era tersebut.

Globalisasi tidak dapat ditolak lagi, yang jelas membutuhkan jiwa ksatria yang utuh, mandiri, kreatif, inovatif, jujur dan berani menghadapinya. Langkah-langkah positif guna menyongsong era global khusus bagi pengawas antara lain dengan melaksanakan prinsip-prinsip kepengawasan dengan tetap memperhatikan kode etik pengawas satuan pendidikan. Kode etik dimaksud, menurut Nana Sujana, pada Kegiatan Pelatihan Peningkatan Manajerial Pengawas di Cipayung-Bogor, tahun 2006, menurutnya, minimal berisi sembilan hal, yaitu :
  1. Dalam melaksanakan tugasnya, pengawas senantiasa berlandaskan Iman dan Taqwa serta mengikuti perkembangan ilmu, teknologi dan seni;
  2. Pengawas senantiasa merasa bangga dalam mengemban tugasnya;
  3. Pengawas memiliki pengabdian yang tinggi dalam menekuni tugas pokok dan fungsinya (tupoksi);
  4. Pengawas bekerja dengan penuh rasa tanggungjawab dalam melaksanakan tugas dan profesinya;
  5. Pengawas menjaga citra dan nama baik profesi sebagai pengawas;
  6. Pengawas mampu menampilkan keberadaan dirinya sebagai supervisor professional dan kokoh yang diteladani;
  7. Pengawas sigap dan terampil dalam menanggapi dan membantu pemeca-
  8. han masalah-masalah yang dihadapi sekolah binaannya;
  9. Pengawas menjunjung tinggi disiplin dan etos kerja dalam melaksanakan tugas profesionalnya;
  10. Pengawas memiliki rasa kesetiakawanan sosial yang tinggi, baik terhadap
  11. stakeholder sekolah binaannya maupun terhadap koleganya.
Sebagai bagian dari masyarakat dunia, Indonesia mustahil mampu menghindar dari dampak dan imbas globalisasi, Albert Giddens (1990), mendefinisikan, globalisasi sebagai intensifikasi hubungan sosial global yang menghubungkan komunitas lokal sedemikian rupa sehingga peristiwa yang terjadi di kawasan yang jauh bisa dipengaruhi oleh peristiwa yang terjadi di suatu tempat yang jauh pula, dan sebaliknya. Dalam konteks ini, globalisasi juga dipahami sebagai sebuah proses (atau serangkaian proses) yang melahirkan sebuah transformasi dalam spatial organization dari hubungan sosial dan transaksi (ditinjau dari segi ekstensitas, intensitas, kecepatan dan dampak-nya yang memutar) mobilitas antar benua atau antar regional.

Dunia pendidikanpun tak luput dari imbas dan pengaruh yang dihembus-kan oleh globalisasi. Paling tidak, ada tiga perubahan mendasar yang akan terjadi dalam dunia pendidikan kita. Pertama, dunia pendidikan akan menjadi objek komoditas dan komersil seiring dengan kuatnya hembusan paham neo-liberalisme yang melanda dunia. Paradigma dalam dunia komersil adalah usaha mencari pasar baru dan memperluas bentuk-bentuk usaha secara kontinyu. Globalisasi mampu memaksa liberalisasi berbagai sektor yang dulunya non-komersial menjadi komoditas dalam pasar yang baru. Tidak heran apabila sekolah masih membebani orang tua murid dengan sejumlah anggaran berlabel uang komite atau uang sumbangan pengembangan institusi meskipun pemerintah sudah menyediakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).

Kedua, mulai longgarnya kekuatan kontrol pendidikan oleh negara. Tuntutan untuk berkompetisi dan tekanan institusi global, seperti IMF dan World Bank, mau atau tidak, membuat dunia politik dan pembuat kebijakan harus berkompromi untuk melakukan perubahan. Lahirnya UUD 1945 yang diamandemen, UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, dan PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, telah melahirkan paradigma baru pendidikan nasional yang desentralistis dengan MBS sebagai salah satu model dalam upaya mengembangkan ke-bhinekaan yang demokratis agar mampu menghadapi kehidupan global yang kompetitif namun tetap dalam kerangka NKRI.

Ketiga, globalisasi akan mendorong delokalisasi dan perubahan teknologi dan orientasi pendidikan. Pemanfaatan teknologi baru, seperti komputer dan internet, telah membawa perubahan yang sangat revolusioner dalam dunia pendidikan yang tradisional. Pemanfaatan multimedia yang portable dan menarik sudah menjadi pemandangan yang biasa dalam praktik pembelajaran di dunia persekolahan kita sekarang.

C. GLOBALISASI DAN IKHTIAR PENGAWAS

Membangun sektor pendidikan tidak akan pernah selesai dan tuntas, sepanjang peradaban manusia itu masih ada. Karena jika suatu bangsa selesai menangani satu masalah pendidikan, akan tumbuh lagi masalah lain yang baru dalam peradaban itu. Hal ini terjadi karena tuntutan zaman selalu berubah, sebagaimana juga pernah digambarkan oleh John F Kennedy dalam sebuah metafora change is a way of life, those who look only to the past or present will miss the future.

Proses pendidikan tidak hanya sekedar mempersiapkan anak didik untuk mampu hidup dalam masyarakat kini, tetapi mereka juga harus disiapkan untuk hidup di masyarakat yang akan datang yang semakin lama semakin sulit di-prediksi karakteristiknya.

Dalam kehidupan global, batas-batas negara secara fisik geografik menjadi tidak penting lagi. Justru faktor yang paling penting bagi eksistensi suatu bangsa adalah dikuasainya teknologi informasi. Dengan adanya berbagai penemuan dalam bidang teknologi informasi, kekuasaan negara dalam arti teritorial menjadi semakin kabur. Di sisi lain, dengan teknologi, kita juga dapat membelajarkan diri dalam suatu proses pendidikan yang bersifat maya (virtual). Hal ini membawa implikasi bahwa pendidikan nasional kita harus mampu mempersiapkan bangsa ini menjadi komunitas terberdayakan dalam mengha-dapi kehidupan global yang semakin lama semakin menggantungkan diri pada teknologi informasi. Kondisi ini pada akhirnya juga berakibat pada sistem kehidupan berbangsa dan bernegara yang mengutamakan pada pola kehidupan atas dasar prinsip interdependensi.

Agar bangsa kita memiliki peran yang signifikan dalam konteks interdependensi kehidupan, baik yang terjadi dalam skala lokal, regional, nasional, maupun global, maka sistem pendidikan harus mampu memberdayakan masyarakat secara luas. Salah satu ciri masyarakat yang terberdayakan oleh sistem pendidikan ialah dimilikinya keunggulan komparatif dan kompetitif dalam konteks global.

Konsekuensinya, pendidikan harus dikonseptualisasikan sebagai suatu usaha dan proses pemberdayaan, yang benar-benar dan harus disadari secara kolektif, yang perlu dilakukan oleh individu, keluarga, masyarakat dan juga pemerintah dalam rangka melakukan investasi masa depan bangsa, bukan sekedar tambal sulam program yang tidak akan mampu memberdayakan masyarakat secara keseluruhan. Pendidikan sebagai investasi masa depan bangsa akan menjadi realitas dalam kebijakan dan praksis jika masyarakat, keluarga, dan pemerintah secara bersama-sama memiliki kepedulian yang tinggi terhadap pencarian solusi bagi semua persoalan dan tantangan pendidikan yang kita hadapi saat ini dan masa-masa yang akan datang.

Kembali pada persoalan semula dimana kondisi, posisi, dan situasi para pengawas pendidikan menengah (SMP. SMA, dan SMK) berada dalam aroma permasalahan, sehingga pengawas seolah-olah termarjinalkan dalam komunitas pendidikan di daerah, masalah tersebut jelas-jelas bukan seluruhnya dari para pengawas sendiri, sangat mungkin dikarenakan sistem dan kebijakan yang ada selama ini salah. Lantas apa yang harus diperbuat pengawas agar bisa keluar dari permasalahan-permasalahan yang selama ini dialami?. Menurut penulis, yang paling utama dan pertama harus dilakukan, tentu dari diri pengawas sendiri, ada yang harus diperbaiki, dikoreksi, dan sikapi, apakah itu….?!

Seperti Aa Gym pernah berfatwa, “Mulailah dari diri sendiri, perhatikanlah dan mulailah dari hal-hal kecil.” Di awal tulisan sudah penulis kemukakan, bahwa, globalisasi tidak dapat ditolak lagi, yang jelas membutuhkan jiwa ksatria yang utuh, mandiri, kreatif, inovatif, jujur dan berani menghadapinya. Langkah-langkah positif guna menyongsong era global khusus bagi pengawas antara lain dengan melaksanakan prinsip-prinsip kepengawasan serta memperhatikan kode etik pengawas. Kode etik yang pertama, berpesan: “Dalam melaksanakan tugasnya, pengawas senantiasa berlandaskan Iman dan Taqwa serta mengikuti perkembangan ilmu, teknologi dan seni.”

Seiring dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, hal ini benar-benar harus disikapi pengawas, bagaimana pengawas dapat melakukan pembinaan di sekolah binaannya dengan eksis, dipercaya, dan diteladani, kondisi saat ini, sehubungan ilmu pengetahuan dan teknologi, wawasan pengawas kalah oleh guru apalagi oleh kepala sekolah, terutama SMA dan SMK. Teknologi Informasi dan Komunikasi/ICT sudah menjadi makanan sehari-hari bagi mereka, sementara pengawas yang datang ke sekolah dengan performa “Gatek” alias gagap teknologi, ahirnya wibawanya jelas turun.

Sehubungan dengan Globalisasi (dan ICT ada di dalamnya), merangsek berbagai sendi kehidupan dan organisasi, apalagi dunia akademik akhir-akhir ini, penulis berencana untuk membuat suatu model pengawasan, dengan hara-pan mampu mempermudah, mempercepat, menangkap (capture), mengolah (processing), manghasilakan (generating), menyimpan (storage), mencari kem-bali (retrieval), dan mentransmisi (transmission) dalam melakukan tugas-tugas kepengawasan, yaitu Model Pengawasan Berbasis ICT, sebagai upaya peningkatan mutu pendidikan. InsyaAllah akan penulis rilis dalam bentuk tesis. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala membukakan jalan sehingga merupakan discovery model pengawasan yang bisa dimanfaatkan rekan-rekan (apabila membutuhkan), sehingga hasil tugas kepengawasan memiliki makna.

Demikian renungan ini penulis akhiri dengan ucapan....Nuun wal qalami wa maa yasthuruun…